Penulis : Saharman Zai, S.Kom (Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang)
LOGIKAHUKUM.COM – Pada tanggal 31 Maret 2024 terjadi sebuah peristiwa yang mencuri perhatian publik dimana melibatkan masyarakat batak dan pribumi kota Serang-Pandeglang Banten. Berdasarkan konfirmasi atau penjelasan Kapolresta Serang Kota Kombes. Pol. Sofwan Hermanto, S.I.K, M.H, M.I.K. menjelaskan bahwa pada minggu 31 Maret 2024 sekitar pukul 23.00 WIB terjadi penganiayaan yang dilakukan oleh delapan orang laki-laki yang mengendarai 4 sepeda motor. Peristiwa tersebut berawal dari ketersinggungan para tersangka yang diklakson oleh korban yang bernama Ilham supir pengemudi mobil yang ditumpangi oleh seorang ustad bernama Muhyi. Para pelaku tidak terima atau tersinggung diklakson saat berhenti dijalan oleh supir mobil Ustad Muhyi. Para pelaku kemudian mengejar dan memukulkan helm ke kaca mobil kemudian menarik korban yang bernama Ilham yang sedang mengemudi sambil memukuli. Melihat korban dipukuli, Ustad Muhyi melerai dan bertanya kepada para pelaku kenapa mereka mengeroyok pengemudinya namun dijawab oleh para pelaku dengan pukulan bertubi-tubi lalu terjadilah pengeroyokan.
Kombes. Pol. Sofwan Hermanto, S.I.K, M.H, M.I.K. juga menjelaskan bahwa berdasarkan pengakuan Ustad Muhyi sebelumnya dia tidak mengenal para pelaku dan tidak memiliki hutang kepada para pelaku. Sehingga peristiwa ini dapat dikatakan oleh karena ketersinggungan dan dapat dikategorikan sebagai tindakan kejahatan dan kekerasan. Kebetulan saja para pelaku merupakan Suku Batak dan korban adalah seorang ustad atau tokoh masyarakat. dari pengakuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa ini tidak terkait dengan SARA ( Suku, Agama dan Ras ) dan bank keliling ( KOSIPA ) sebagaimana isu yang tersebar di masyarakat.
Sebelum polisi mengambil tindakan atas peristiwa ini, ada hal yang menarik terjadi sehingga peristiwa ini menjadi viral dan menyebabkan kesalah pahaman dimasyarakat. Masyarakat yang mengatasnamakan sebagai ormas tidak terima atas kejadian tersebut sehingga berusaha main hakim sendiri. Mereka melakukan sweeping ke berbagai titik di Serang dan Pandeglang. Beberapa titik tersebut seperti tempat-tempat berkumpul bank keliling, rumah atau kontrakan dan kantor-kantor kosipa. Peristiwa ini menjadi viral ketika pada hari selasa pagi hingga malam ( 02 April 2024 ) aksi sweeping terus berlangsung hingga perusakan kantor kosipa, perusakan kendaraan, intimidasi, dan tindakan kekerasan lainnya terus terjadi hingga sampai pada penanganan kepolisian.
Tindakan yang dilakukan oleh oknum bank keliling dan ormas di Pandeglang-Banten secara hukum dapat dituntut berdasarkan KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ) yang berlaku di Indonesia. Kedua pihak ini dapat dituntut dengan pasal penganiayaan (Pasal 351 KUHP), pengeroyokan (Pasal 170 KUHP) dan bagi ormas yang telah melakukan perusakan dalam peristiwa tersebut dapat dikenakan lagi pasal 406 KUHP tentang perusakan barang. Di dalam KUHP yang baru (Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) juga mengatur tentang penganiayaan (Pasal 466 ayat 1-3), pengeroyokan pasal (262 ayat 1-5) , dan peurasakan barang (pasal 521 ayat 1-2). Pasal-pasal tersebut berbunyi :
Dalam Kitab Undang-Undang Hukup Pidana Lama :
Pasal 351 ayat (1), (2), dan (3) tentang Penganiayaan :
- Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.
- Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
- Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Pasal 170 ayat (1) dan (2) tentang Pengeroyokan :
- Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
- Yang bersalah diancam: a. dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka; b. dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat; c. dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
Pasal 406 ayat (1) dan (2) tentang Perusakan :
- Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
- Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh, merusakkan, membikin tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Dalam KUHP yang baru ( UU No. 1 Tahun 2023 Tentang KUHP ) berbunyi :
Pasal 466 ayat (1), (2), dan (3) tentang Penganiayaan :
- Setiap orang yang melakukan penganiayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta.
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Pasal 262 ayat 1-5 tentang pengeroyokan :
- Setiap orang yang dengan terang-terangan atau di muka umum dan dengan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.
- Jika kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hancurnya barang atau mengakibatkan luka, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.
- Jika kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
- Jika kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
- Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d.
Pasal 521 ayat (1) dan (2)tentang perusakan barang :
- Setiap orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau menghilangkan barang yang gedung atau seluruhnya milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.
- Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian yang nilainya tidak lebih dari Rp500 ribu rupiah, pelaku tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa enam orang dari pelaku penganiayaan terhadap Ustad Muhyi telah ditangkap dan diamankan oleh pihak kepolisian. Jika dilihat dari peristiwa yang tersiar di media sosial maka para pelaku terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun bila dikenakan pasal 351 ayat 2 KUHP mengingat korban tidak sampai meninggal dunia dan ada kemungkinan luka berat. Kemudian bila dihadapkan pada pasal 170 KUHP maka para pelaku dapat diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun 6 bulan. Dan jika dikenakan pasal berlapis maka ancaman hukum kepada para pelaku akan ditambahkan sepertiga dari hukuman terberat (concursus realis). Demikian juga kepada Ormas yang melakukan aksi main hakim sendiri bila terbukti melanggar pasal-pasal yang telah disebutkan diatas maka ancaman hukum yang didapat akan sama.
Masyarakat memberi apresiasi kepada pihak kepolisian yang telah memburu para pelaku penganiayaan terhadap Ustad Muhyi. Polisi juga dituntut untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap para pelaku sweeping yang menimbulkan aksi kekerasan, perusakan barang terhadap orang-orang batak di Serang-Pandeglang- Banten. Hukum harus tajam terhadap siapa saja, hukum tidak boleh tumpul kepada kekuasaan apalagi tumpul kepada organisasi masyarakat yang sering kali salah dalam memanfaatkan fungsinya sebagai organisasi masyarakat. Keadilan, kepastian dan manfaat hukum harus dirasakan dan diterima oleh semua pihak sehingga tindakan-tindakan yang melanggar undang-undang tidak terus-menerus terjadi. Hukum tidak boleh tersandera oleh kepentingan kelompok karena ada asas yang mengajarkan bahwa setiap orang adalah sama dimata hukum (Equality Before The Law).
Tindakan atau aksi main hakim sendiri dimasyarakat sudah sering terjadi. Tindakan main hakim sendiri cenderung dilakukan oleh orang banyak sehingga berpotensi menimbulkan kekerasan atau kejahatan berupa penganiayaan, pengeroyokan hingga perusakan. Peristiwa kekerasan atau kejahatan main hakim sendiri harus dihentikan supaya tidak mencederai asas hukum Presumption Of Innocence (praduga tak bersalah). Akan sangat berbahaya bila seseorang diadili tanpa ada proses hukum yang benar. Bagaimana pertanggungjawabannya jika orang yang ditindak atas aksi main hakim sendiri tersebut bukanlah orang yang tepat (Error In Persona) atau ternyata kesalahan yang diperbuat tidak setimpal dengan hukuman yang diderita akibat main hakim sendiri?
Dalam perspektif hukum, peristiwa pemukulan terhadap Ustad Muhyi tentu tidak dibenarkan dan jelas merupakan sebuah kejahatan. Demikian juga tindakan yang dilakukan oleh ormas yang berada di Pandeglang-Banten yang memilih untuk mencari para pelaku dengan cara main hakim sendiri. Meskipun ormas-ormas tersebut menyatakan bahwa tindakan mereka atas dasar simpati, empati atau tidak terima terhadap perbuatan penganiayaan dan pengeroyokan kepada Ustad Muhyi. Peristiwa tersebut seharusnya langsung dilaporkan kepada pihak kepolisian karena dalam negara hukum yang diberi wewenang untuk menegakkan hukum adalah kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan pengacara sebagai representasi dari masyarakat.