Kewajiban Pengusaha Dalam Memberikan Jaminan Sosial Terhadap Tenaga Kerja Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Share your love

LOGIKAHUKUM.COM Pemberi kerja/pengusaha wajib memberikan jaminan sosial bagi para tenaga kerjanya melalui beberapa program jaminan sosial yang dibuat oleh pemerintah seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan kematian, dan program terbaru dari pemerintah yaitu JKP sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yaitu “Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti”. Hal ini menjelaskan bahwasannya pemberi kerja wajib segera mendaftarkan para pekerjanya agar para tenaga kerja mendapatkan perlindungan terkait pekerjaan yang memiliki resiko masing-masing di setiap pekerjaannya.

Dalam praktek serta penerapan adanya jaminan sosial ini, tenaga kerja yang sudah mendapatkan jaminan sosial hanya mencapai 23% dari 131 juta tenaga kerja yang terdata pada tahun 2019. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan jumlah perusahaan di Indonesia yang telah terdaftar sampai dengan Februari 2019 sebanyak 566.591 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja terdaftar sebanyak 50,6 juta tenaga kerja. Jumlah itu baru 56% dari total tenaga kerja yang eligible untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.[1] Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya peningkatan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan jaminan sosial ketenagakerjaan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga strategis untuk mendorong peningkatan kepesertaan. Selain itu, perlu dilakukan peningkatan layanan yang diimplementasikan dalam beberapa inisiatif strategis yakni smart collaboration dengan semua kelembagaaan untuk penegakan hukum, peningkatan kepesertaan dan layanan.

Kemudian dilakukan juga peningkatan manfaat pada jaminan sosial ketenagakerjaan dan harmonisasi peraturan dan perundangan terkait dengan implementasi jaminan sosial kepada tenaga kerja maupun pemberi kerja agar dalam pelaksaannya tidak menimbulkan ketimpangan sosial serta hak-hak sosial yang tidak terpenuhi antara pengusaha dan tenaga kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dengan di didukungnya Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja yang dimana hal ini mengatur adanya perluasan lapangan pekerjaan serta penetapan karyawan PKWT selama 5 tahun yang memberikan ruang bagi pengusaha untuk memanfaatkan peraturan ini sebagai upaya keuntungan lebih bagi perusahaan.

Hal tersebut bisa saja memberikan dampak pada tidak terlindunginya para pekerja kontrak oleh jaminan sosial berkaitan dengan kemauan pemberi kerja dalam memberikan jaminan sosial dan perpindahan segmen peserta dalam setiap masa kontrak kerja. Maka dari itu perlu adanya pengawasan terkait pelaksanaan jaminan sosial setiap perusahaan agar dapat menunjukan perlindungan yang lebih maksimal kepada tenaga kerja. Dalam hal demikian pula apabila terjadi sengketa dalam proses pelaksanaan jaminan sosial, maka langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pekerja/pengusaha sebagai berikut;

  • Sengketa yang penyelenggaraan jaminan sosial antara peserta BPJS dan pengusaha dapat dilakukan secara musyawarah.
  • Sengketa yang dilaksanakan merupakan sengketa perdata dan dapat diselesaikan secara damai.
  • Apabila dalam proses musyarawah belum mencapai mufakat, maka perlu adanya mediasi antara pihak tenaga kerja, pengusaha dan mediator.
  • Apabila dalam proses mediasi belum mencapai perdamaian, maka penyelesaian sengketa dapat diajukan melalui pengadilan negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika dalam ketentuan sengketa diatas pihak perusahaan melakukan tindakan merugikan seperti tidak mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan sosial yang telah diwajibkan oleh pemerintah sebagaimana tertera dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka pengusaha bisa saja terkena sanksi sebagai berikut ;

  • Pemberi kerja yang dengan sengaja tidak mendaftarkan jaminan sosial kepada tenaga kerja, maka pemberi kerja tersebut dapat dikenakan sanksi administratif.
  • Sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, dan tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu yang mana sanksinya diberikan oleh unit pelayanan publik tertentu pada pengusaha yang tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dimana sanksi tersebut diberikan oleh menteri terkait, gubernur, bupati atau walikota setempat.

Pemberian sanksi administratif diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dewan pengawas ketenagakerjaan yang menerima adanya pengaduan atau adanya hasil investigasi pengawasan ketenagakerjaan. Apabila dalam nota pemeriksaan terdapat suatu pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pemberi kerja, maka dewan pengawas ketenagakerjaan akan menyerahkan laporan hasil tindak pelanggaran yang dilakukan oleh pemberi kerja kepada direktur jenderal yang membidangi pengawasan ketenagakerjaan dan kepada kementerian ketenagakerjaan atau bisa melaporkan kepada kepala dinas ketenagakerjaan provinsi untuk dapat disegerakan sanksi administratif yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Kesimpulan

Pada dasarnya jaminan sosial merupakan program yang sangat baik yang dibuat oleh pemerintah diwajibkan kepada pemberi kerja/pengusaha untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja. Dalam praktek serta penerapan adanya jaminan sosial ini, tenaga kerja yang sudah mendapatkan jaminan sosial hanya mencapai 23% dari 131 juta tenaga kerja yang terdata pada tahun 2019. Hal ini yang seharusnya menjadi dasar adanya penerapan lebih baik lagi sehingga para pemberi kerja/pengusaha lebih awere lagi terhadap perlindungan tenaga kerja serta sanksi-sanksi yang lebih tegas yang seharusnya diterapkan oleh dewan pengawas ketenagakerjaan agar para pengusaha memiliki tanggung jawab yang lebih baik terhadap tenaga kerja.

Dasar Hukum :

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Daftar Pustaka :

Yanita Petriella. Hak Jaminan Sosial Tenaga Kerja Masih Sering Dilupakan. https://ekonomi.bisnis.com/read/20190425/12/915170/hak-jaminan-sosial-tenaga-kerja-masih-sering-dilupakan diakses pada 19-09-22

[1] Yanita Petriella. Hak Jaminan Sosial Tenaga Kerja Masih Sering Dilupakan. https://ekonomi.bisnis.com/read/20190425/12/915170/hak-jaminan-sosial-tenaga-kerja-masih-sering-dilupakan diakses pada 19-09-22

 


Eksplorasi konten lain dari LOGIKAHUKUM.COM

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Avatar photo
Aldi Kurniawan, S.H.

Bachelor's of Law in University of Pamulang

Articles: 3

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Eksplorasi konten lain dari LOGIKAHUKUM.COM

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca