Eksplorasi konten lain dari LogikaHukum

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Penghinaan Tokoh Agama Di Dunia Maya : Bagaimana Hukum Berbicara?

LOGIKAHUKUM.COM Masih dalam suasana Lebaran, saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H bagi yang merayakan! Mohon maaf lahir dan batin. Semoga momen yang penuh berkah ini membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi kita semua. Di tengah momen bahagia ini, kita diingatkan akan pentingnya penghormatan terhadap sosok-sosok yang dimuliakan, khususnya dalam lingkup umat Islam. Salah satu isu yang tengah mencuat adalah penghinaan terhadap ๐€๐ฅ-๐‡๐š๐›๐ข๐› ๐ˆ๐๐ซ๐ฎ๐ฌ ๐›๐ข๐ง ๐’๐š๐ฅ๐ข๐ฆ ๐€๐ฅ ๐‰๐ฎ๐Ÿ๐ซ๐ข (๐†๐ฎ๐ซ๐ฎ ๐“๐ฎ๐š), seorang tokoh agama yang dihormati, melalui unggahan di media sosial oleh ๐˜”๐˜ถ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฅ ๐˜๐˜ถ๐˜ข๐˜ฅ ๐˜™๐˜ช๐˜บ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช ๐˜ข๐˜ญ๐˜ช๐˜ข๐˜ด ๐˜Ž๐˜ถ๐˜ด ๐˜๐˜ถ๐˜ข๐˜ฅ ๐˜—๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฅ. Kasus ini memunculkan pertanyaan “๐›๐š๐ ๐š๐ข๐ฆ๐š๐ง๐š ๐ก๐ฎ๐ค๐ฎ๐ฆ ๐›๐ž๐ซ๐›๐ข๐œ๐š๐ซ๐š ?” khususnya UU ITE, merespons perbuatan yang merendahkan dan menyerang kehormatan seorang tokoh agama.

Kasus penghinaan terhadap Al-Habib Idrus bin Salim Al Jufri (Guru Tua), seorang Ulama Besar dan pendiri lembaga Pendidikan Islam Alkhairaat, lembaga pendidikan Islam terbesar di Indonesia Timur. Bermula dari unggahan video di kanal YouTube Gus Fuad Channel. Dalam video tersebut, Muhammad Fuad Riyadi alias Gus Fuad Plered menghina dan merendahkan kehormatan Guru Tua, seorang tokoh pejuang dari kalangan Sadah Bani Alawy yang telah wafat.

Tindakan ini memicu reaksi keras dari Keluarga Besar Alkhairaat, khususnya Aliansi Abna Peduli Guru Tua, yang merasa dirugikan dan dicemarkan kehormatannya. Sebagai bentuk upaya mencari keadilan, dikutip dari dari Rublikdepok.com edisi 28 Maret 2025 Fuad Plered Hina Habib Idrus, Ulama Besar Pendiri Alkhairaat! Masyarakat Muslim Bergerak Lapor Polisi, mereka melaporkan peristiwa tersebut ke pihak kepolisian pada 27 Maret 2025 oleh sejumlah tokoh, di antaranya Hermanto, H. Zainuddin Tambuala, Lutfi Godal, dan Jafar Hi. Abubakar Alaydrus, dengan tuduhan melanggar Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait ujaran kebencian berbasis SARA.

Laporan polisi tersebut dipertanyakan oleh ๐˜ˆ๐˜ณ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ˆ๐˜ป๐˜ช๐˜ป ๐˜”๐˜ถ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฌ, ๐˜š.๐˜. (murid Gus Fuad Plered sekaligus mahasiswa Magister Hukum) serta Youtuber ๐˜™๐˜ช๐˜ง๐˜ฌ๐˜บ ๐˜ก๐˜ถ๐˜ญ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ณ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฆ๐˜ฏ, mengenai :
1. Bagaimana ๐š•๐šŽ๐š๐šŠ๐š• ๐šœ๐š๐šŠ๐š—๐š๐š’๐š—๐š – yang mereka istilahkan demikian atau lebih tepatnya merujuk pada kepentingan hukum yang cukup bagi komunitas keagamaan (Aliansi Abna Peduli Guru Tua) dalam mengajukan laporan polisi ini.
2. Arkan mempertanyakan aspek ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ค๐˜ถ๐˜ด ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ค๐˜ต๐˜ช – yakni tempat terjadinya tindak pidanaโ€”yang menurutnya menjadi faktor penentu dalam menentukan di mana proses hukum dapat dilakukan, termasuk laporan polisi yang dilayangkan oleh Aliansi Abna Peduli Guru Tua.
3. Arkan juga mempertanyakan penggunaan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE yang dijadikan dasar pelanggaran hukum dalam laporan polisi Aliansi Abna Peduli Guru Tua terhadap gurunya, Gus Fuad Plered, yang harus memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam pasal tersebut.

Pertanyaan-pertanyaan itu disampaikan dalam unggahan video di kanal YouTube Gus Fuad Channel (GEGER, Ketua MPR MENGANCAM Gus Fuad Plered?) Sebagai tanggapan atas pertanyaan tersebut, saya akan menjawab ketiga pertanyaan di atas dalam paragraf agar lebih terstruktur.

Penting untuk dicatat bahwa pemahaman hukum tidak hanya terfokus pada teks aturan semata, tetapi juga harus mempertimbangkan penerapannya dalam praktik di lapangan. Tulisan ini menegaskan bahwa, dalam hukum pidana Indonesia, laporan polisi dapat diajukan oleh siapa saja yang memiliki kepentingan hukum yang cukup sesuai dengan ketentuan Pasal 108 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Meskipun delik penghinaan dalam konteks Pasal 28 Ayat (2) UU ITE bukanlah ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฏ (delik yang hanya bisa diproses jika korban melapor), pelaporan oleh komunitas yang merasa terdampak tetap memiliki legitimasi.

Aliansi Abna Peduli Guru Tua mewakili komunitas yang memiliki kepentingan langsung dalam kasus ini. Guru Tua bukan hanya seorang individu yang dihina, tetapi juga merupakan tokoh agama yang dihormati, serta pendiri Alkhairaat, lembaga pendidikan Islam terbesar di Indonesia Timur. Penghinaan terhadap Guru Tua berdampak pada komunitas yang merasa kehormatannya dicemarkan. Dalam doktrin hukum pidana modern, dikenal konsep “๐™ง๐™š๐™ฅ๐™ง๐™š๐™จ๐™š๐™ฃ๐™ฉ๐™–๐™ฉ๐™ž๐™ซ๐™š ๐™ซ๐™ž๐™˜๐™ฉ๐™ž๐™ข”, di mana kelompok masyarakat yang merasa tercederai dapat melaporkan suatu perbuatan pidana yang berdampak luas terhadap mereka.

Dalam sejumlah kasus sebelumnya, telah diakui bahwa dalam perkara penghinaan yang mengandung unsur SARA, kelompok masyarakat yang merasa dirugikan memiliki dasar kepentingan hukum yang cukup untuk mengajukan laporan. Sebagai contoh, pada tahun 2017 di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, terdapat seorang pengguna media sosial yang melakukan penghinaan terhadap seorang tokoh agama Katolik. Namun, laporan kepada pihak kepolisian tersebut tidak diajukan secara langsung oleh tokoh agama yang menjadi sasaran penghinaan, melainkan oleh komunitas Pemuda Katolik Mimika, dengan tuduhan melanggar pasal dalam UU ITE. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kasus-kasus tertentu, khususnya yang berkaitan dengan penghinaan berbasis SARA atau kepentingan publik yang lebih luas, pihak lain yang memiliki kepentingan hukum, seperti kelompok masyarakat atau organisasi keagamaan, diperbolehkan secara hukum untuk mengajukan laporan meskipun bukan sebagai korban langsung.

Situasi ini kemudian menimbulkan persoalan lanjutan terkait yurisdiksi dan kewenangan pengadilan dalam menangani kasus tersebut, terutama ketika penghinaan dilakukan melalui media sosial yang bersifat lintas wilayah. Secara normatif, Pasal 84 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa pengadilan negeri yang berwenang adalah yang berada di locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana). Namun, dalam kasus penghinaan berbasis media sosial, penentuan locus delicti tidak dapat disederhanakan hanya berdasarkan lokasi fisik pelaku.

Sebagaimana diungkapkan dalam jurnal penelitian yang ditulis oleh Arthur Simada, dkk, berjudul ๐˜—๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜“๐˜ฐ๐˜ค๐˜ถ๐˜ด ๐˜‹๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ค๐˜ต๐˜ช๐˜ฆ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฎ ๐˜›๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜—๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข ๐˜Š๐˜บ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ ๐˜Š๐˜ณ๐˜ช๐˜ฎ๐˜ฆ, penentuan lokasi kejadian harus mempertimbangkan tidak hanya tempat terjadinya perbuatan, tetapi juga tempat di mana dampak dari kejahatan tersebut terjadi. Ini penting untuk menentukan yurisdiksi pengadilan yang berwenang menangani kasus tersebut.

Dalam doktrin ๐˜ค๐˜บ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ ๐˜ค๐˜ณ๐˜ช๐˜ฎ๐˜ฆ, ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ค๐˜ถ๐˜ด ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ค๐˜ต๐˜ช dalam kejahatan dunia maya ditentukan berdasarkan:
1. Tempat pelaku melakukan unggahan (tempat asal konten dibuat dan dipublikasikan).
2. Tempat korban atau komunitas yang dirugikan berada (di mana dampak penghinaan dirasakan).
3. Tempat konten diakses dan menyebar luas (area di mana masyarakat melihat dan menimbulkan reaksi).

Kejahatan dunia maya mencakup segala tindakan kriminal yang dilakukan dengan memanfaatkan media elektronik dan internet. Penyebaran informasi yang mengandung unsur kebencian atau permusuhan berbasis SARA dikategorikan sebagai kejahatan dunia maya/siber karena dilakukan melalui sarana digital dan berpotensi menimbulkan dampak negatif dalam masyarakat.

Dalam kasus penghinaan terhadap Al-Habib Idrus bin Salim Al Jufri, ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ค๐˜ถ๐˜ด ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ค๐˜ต๐˜ช dapat mencakup tidak hanya lokasi di mana Gus Fuad Plered mengunggah video, tetapi juga wilayah di mana video tersebut ditonton dan menimbulkan reaksi dari masyarakat, termasuk Keluarga Besar Alkhairaat. Oleh karena itu, tindakan hukum yang diambil oleh Aliansi Abna Peduli Guru Tua untuk melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian adalah langkah yang tepat untuk menegakkan keadilan dan melindungi kehormatan tokoh agama. Dengan melaporkan kasus ini, mereka tidak hanya berupaya untuk mempertahankan martabat Guru Tua, tetapi juga untuk memberikan sinyal kepada masyarakat bahwa penghinaan terhadap tokoh agama tidak dapat ditoleransi dan harus dihadapi dengan tindakan hukum yang sesuai. Ini juga mencerminkan komitmen untuk menjaga keharmonisan dan saling menghormati dalam masyarakat yang beragam, sebagaimana tujuan dari pengaturan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) UU ITE adalah untuk mencegah terjadinya permusuhan, kerusuhan, atau perpecahan yang disebabkan oleh informasi negatif yang bersifat provokatif.

Dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia, cakupan wilayah hukum kepolisian dibagi ke dalam beberapa tingkatan. Pertama, daerah hukum kepolisian Markas Besar (Mabes) Polri mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, daerah hukum kepolisian Daerah (Polda) berwenang atas wilayah dalam lingkup provinsi. Ketiga, daerah hukum kepolisian Resort (Polres) memiliki yurisdiksi di tingkat kabupaten atau kota. Terakhir, daerah hukum kepolisian Sektor (Polsek) bertanggung jawab atas penegakan hukum di wilayah kecamatan. Pembagian ini bertujuan untuk memastikan efektivitas serta koordinasi dalam pelaksanaan tugas kepolisian di berbagai tingkatan pemerintahan.

Pembagian wilayah hukum kepolisian ini memberikan kejelasan mengenai batas yurisdiksi dan mekanisme penegakan hukum di berbagai tingkatan administrasi. Namun, dalam konteks kasus penghinaan terhadap tokoh agama melalui media sosial, pemahaman mengenai kewenangan kepolisian dan peradilan menjadi krusial untuk menentukan jalannya proses hukum. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana kewenangan dalam menangani perkara ini dapat beralih, baik di tingkat kepolisian maupun pengadilan, tergantung pada aspek-aspek tertentu dalam kasus tersebut.

Laporan polisi ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ด๐˜ข ๐˜ด๐˜ข๐˜ซ๐˜ข diajukan di wilayah hukum Polresta Palu atau Polda Sulawesi Tengah, dan proses penyelidikan serta penyidikan akan dilakukan oleh aparat kepolisian setempat. Seperti yang pernah kami alami saat mendampingi klien sebagai korban tindak pidana, kami pernah menangani kasus di mana tindak pidana terjadi di perbatasan dua kota, dan pada saat itu kami belum sepenuhnya yakin mengenai yurisdiksi kepolisian yang berwenang. Meskipun laporan diajukan di kota yang berbeda dari lokasi kejadian, kepolisian tetap menerima laporan tersebut. Namun, setelah menyadari bahwa kasus itu berada di luar yurisdiksinya, laporan tersebut kemudian dialihkan ke kepolisian di wilayah yang memiliki kewenangan sesuai dengan tempat terjadinya tindak pidana. Hal ini dapat terjadi, terutama dalam kasus penghinaan terhadap Guru Tua, di mana dampak dari penghinaan tersebut dirasakan di Palu, Sulawesi. Komunitas Alkhairaat dan para pengikutnya mengalami dampak emosional dan sosial akibat tindakan tersebut, sehingga merasa perlu melaporkannya kepada pihak berwenang.

Dalam praktiknya, setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21), penyidik kepolisian melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan. Kewenangan untuk mengadili tidak selalu berada di pengadilan negeri di wilayah tersebut. Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menentukan pengadilan negeri yang berwenang untuk menyidangkan kasus ini dengan mempertimbangkan lokasi terdakwa dan saksi-saksi utama. Dalam Pasal 84 ayat (2) KUHAP, jika terdakwa dan sebagian besar saksi berdomisili di daerah lain yang lebih jauh dari lokasi laporan polisi, maka perkara dapat dilimpahkan ke pengadilan negeri yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka.

Hal tersebut menegaskan bahwa yurisdiksi dalam pelaporan tidak bersifat kaku, melainkan dapat disesuaikan dengan lokasi dampak yang ditimbulkan serta kepentingan efisiensi penegakan hukum, sehingga memastikan akses terhadap keadilan bagi pihak yang dirugikan. Dengan demikian, meskipun laporan yang diajukan oleh Aliansi Abna Peduli Guru Tua, di Polresta Palu atau Polda Sulteng, tetap dapat diterima meskipun tidak diajukan di wilayah kepolisian tempat tinggal atau keberadaan Muhammad Fuad Riyadi alias Gus Fuad Plered, dan tuntutan jaksa bisa saja diajukan di pengadilan negeri tempat terdakwa atau saksi-saksi utama berdomisili guna memastikan efisiensi persidangan dan perlindungan hak-hak para pihak yang terlibat dalam proses hukum.

Dalam konteks ini, ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ง๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ญ yang dapat dikenakan adalah Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2024, yang mengatur tentang larangan penyebaran informasi yang mengandung unsur kebencian berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan). Tindakan penghinaan yang dilakukan oleh Gus Fuad Plered dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum yang serius, yang tidak hanya merugikan tokoh agama, tetapi juga dapat memicu ketegangan di masyarakat. Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Universitas Pamulang, Oksidelfa Yanto, dalam bukunya ๐˜—๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ด ๐˜’๐˜ฆ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜‰๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜›๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ฏ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜จ๐˜ช ๐˜๐˜ฏ๐˜ง๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ด๐˜ช (hlm. 89), mengatakan bahwa ๐™ž๐™จ๐™ช ๐™Ž๐˜ผ๐™๐˜ผ ๐™™๐™–๐™ก๐™–๐™ข ๐™ฅ๐™–๐™๐™–๐™ข ๐™ข๐™–๐™จ๐™ฎ๐™–๐™ง๐™–๐™ ๐™–๐™ฉ ๐™จ๐™š๐™—๐™–๐™œ๐™–๐™ž ๐™ฅ๐™š๐™ง๐™จ๐™ค๐™–๐™ก๐™–๐™ฃ ๐™ฎ๐™–๐™ฃ๐™œ ๐™จ๐™š๐™ฃ๐™จ๐™ž๐™ฉ๐™ž๐™›. Oleh karena itu, ketentuan ini diatur sebagai ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ง๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ญ, bukan ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ช๐˜ฆ๐˜ญ.

๐˜‹๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ง๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ญ merupakan tindak pidana yang dianggap selesai ketika perbuatan yang dilarang dilakukan, sedangkan delik materil mensyaratkan adanya akibat yang timbul dari perbuatan tersebut. Terdapat beberapa konsekuensi logis yang dapat dikaitkan dengan kasus penghinaan yang dilakukan Gus Fuad Plered. Salah satunya adalah penerapan sanksi tanpa perlu membuktikan akibat yang ditimbulkan. Karena penghinaan yang dilakukan termasuk dalam kategori ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ง๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ญ, proses hukum sebetulnya dapat berjalan tanpa harus menunjukkan dampak sosial yang terjadi.

Tindakan penghinaan itu sendiri sudah cukup untuk memicu sanksi hukum. Selain itu, hukum dalam kasus ini lebih ๐›๐ž๐ซ๐Ÿ๐จ๐ค๐ฎ๐ฌ ๐ฉ๐š๐๐š ๐ญ๐ข๐ง๐๐š๐ค๐š๐ง ๐ฉ๐ž๐ง๐ ๐ก๐ข๐ง๐š๐š๐ง ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐๐ข๐ฅ๐š๐ค๐ฎ๐ค๐š๐ง daripada dampak yang ditimbulkan. Hal ini mencerminkan fungsi hukum sebagai instrumen pencegahan terhadap perbuatan yang dapat merusak martabat individu dan stabilitas sosial. Dengan mengklasifikasikan penghinaan sebagai ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ง๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ญ, hukum juga bertujuan untuk mencegah tindakan serupa di masa depan, menciptakan efek jera bagi individu lain yang mungkin mempertimbangkan melakukan tindakan yang sama.

Pasal 28 Ayat (2) UU ITE ini menyatakan bahwa :
โ€œ๐˜š๐˜ฆ๐˜ต๐˜ช๐˜ข๐˜ฑ ๐˜–๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ซ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ต๐˜ณ๐˜ช๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ด๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ/๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ถ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ด๐˜ฎ๐˜ช๐˜ด๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜๐˜ฏ๐˜ง๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ด๐˜ช ๐˜Œ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ต๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ/๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ถ ๐˜‹๐˜ฐ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ ๐˜Œ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ต๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ช๐˜ง๐˜ข๐˜ต๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ด๐˜ถ๐˜ต, ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ซ๐˜ข๐˜ฌ, ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ถ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ณ๐˜ถ๐˜ฉ๐˜ช ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฉ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ณ๐˜ข๐˜ด๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ค๐˜ช๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ถ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ด๐˜ถ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฑ ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ท๐˜ช๐˜ฅ๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ/๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ถ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ฐ๐˜ฌ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ด๐˜บ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ต ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ด๐˜ข๐˜ณ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ณ๐˜ข๐˜ด, ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ด๐˜ข๐˜ข๐˜ฏ, ๐˜ฆ๐˜ต๐˜ฏ๐˜ช๐˜ด, ๐˜ธ๐˜ข๐˜ณ๐˜ฏ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ช๐˜ต, ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข, ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ค๐˜ข๐˜บ๐˜ข๐˜ข๐˜ฏ, ๐˜ซ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ด ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฏ, ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ข๐˜ฃ๐˜ช๐˜ญ๐˜ช๐˜ต๐˜ข๐˜ด ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ข๐˜ญ, ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ข๐˜ฃ๐˜ช๐˜ญ๐˜ช๐˜ต๐˜ข๐˜ด ๐˜ง๐˜ช๐˜ด๐˜ช๐˜ฌ.โ€

Dalam UU ITE, mentransmisikan informasi yang merugikan reputasi seseorang dapat dikenakan sanksi hukum. Mentransmisikan dalam kasus Gus Fuad Plered merujuk pada tindakan menyebarkan informasi yang dapat merugikan reputasi individu atau kelompok melalui media elektronik, yang berpotensi melanggar hukum dan menimbulkan dampak sosial yang signifikan. Hal ini sejalan dengan prinsip ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฌ ๐˜ง๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ญ, di mana pelanggaran hukum sudah dianggap terjadi pada saat tindakan mentransmisikan dilakukan, tanpa perlu menunggu dampak sosial yang lebih luas.

Pelanggaran terhadap Pasal 28 Ayat (2) dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 45A Ayat (2) UU ITE, yang mengatur bahwa pelanggar dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Ini menunjukkan bahwa UU ITE memberikan perhatian serius terhadap isu SARA dan potensi konflik yang dapat ditimbulkan oleh ujaran kebencian.

Unsur-unsur dalam Pasal 28 Ayat (2) UU ITE terpenuhi sehingga dapat menjadi dasar untuk memproses perkara ini secara hukum.

๐—”. ๐—จ๐—ป๐˜€๐˜‚๐—ฟ “๐—ฆ๐—ฒ๐˜๐—ถ๐—ฎ๐—ฝ ๐—ข๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐—ด”
Unsur ini merujuk pada subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Dalam kasus ini, pelaku adalah Muhammad Fuad Riyadi alias Gus Fuad Plered, yang merupakan individu yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas perbuatannya.

๐—•. ๐—จ๐—ป๐˜€๐˜‚๐—ฟ “๐——๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐—ฆ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ท๐—ฎ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—ง๐—ฎ๐—ป๐—ฝ๐—ฎ ๐—›๐—ฎ๐—ธ”
Pelaku secara sadar dan sengaja mengucapkan kata-kata yang diduga menghina atau merendahkan Guru Tua dalam video atau pernyataan yang telah beredar luas di media sosial. Selain itu, pelaku tidak memiliki hak untuk menyampaikan pernyataan yang merendahkan tokoh agama yang dihormati banyak orang, terutama dalam konteks keagamaan dan sosial.

๐—–. ๐—จ๐—ป๐˜€๐˜‚๐—ฟ “๐— ๐—ฒ๐—ป๐˜†๐—ฒ๐—ฏ๐—ฎ๐—ฟ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—œ๐—ป๐—ณ๐—ผ๐—ฟ๐—บ๐—ฎ๐˜€๐—ถ”
Unsur ini terpenuhi karena pelaku diduga menyampaikan pernyataannya melalui media sosial dalam bentuk video yang kemudian tersebar ke publik. Informasi tersebut menjadi viral dan dapat diakses oleh masyarakat luas, sehingga memenuhi unsur penyebaran informasi secara elektronik.

๐——. ๐—จ๐—ป๐˜€๐˜‚๐—ฟ “๐——๐—ถ๐˜๐˜‚๐—ท๐˜‚๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐˜‚๐—ป๐˜๐˜‚๐—ธ ๐— ๐—ฒ๐—ป๐—ถ๐—บ๐—ฏ๐˜‚๐—น๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฅ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ ๐—ž๐—ฒ๐—ฏ๐—ฒ๐—ป๐—ฐ๐—ถ๐—ฎ๐—ป ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐˜‚ ๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐—บ๐˜‚๐˜€๐˜‚๐—ต๐—ฎ๐—ป”
Pernyataan yang dilontarkan oleh pelaku menyebabkan keresahan, kemarahan, serta reaksi negatif dari umat Islam, khususnya pengikut Guru Tua dan organisasi Alkhairaat. Dampak dari pernyataan tersebut berpotensi memecah belah persatuan antara kelompok masyarakat yang menghormati Guru Tua dengan kelompok lainnya. Selain itu, pernyataan tersebut berpotensi menimbulkan permusuhan antar kelompok tertentu, terutama komunitas keagamaan yang merasa tersakiti.

๐—˜. ๐—จ๐—ป๐˜€๐˜‚๐—ฟ “๐—•๐—ฒ๐—ฟ๐—ฑ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—ฟ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฆ๐—”๐—ฅ๐—””
Guru Tua bukan sekadar tokoh individu, melainkan juga simbol keagamaan dalam Islam serta pendiri Alkhairaat yang memiliki banyak pengikut. Pernyataan yang dianggap menghina ini secara tidak langsung menyerang keyakinan dan kehormatan umat Islam yang menghormatinya. Oleh karena itu, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai serangan terhadap kelompok berdasarkan agama dan golongan sosial.

Dengan terpenuhinya semua unsur dalam Pasal 28 Ayat (2) UU ITE, kasus ini memiliki dasar hukum yang kuat untuk diproses lebih lanjut. Terlebih lagi, apabila tindakan tersebut berdampak langsung pada masyarakat yang merasa dirugikan dan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang, maka hukum harus mampu memberikan perlindungan dan menindak perbuatan tersebut secara tegas. Penegakan hukum Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dalam kasus ini bukan sekadar tentang memberikan sanksi kepada pelaku, tetapi juga memiliki fungsi edukatif dan preventif agar masyarakat tidak menggunakan media sosial sebagai sarana penghinaan terhadap tokoh agama atau kelompok tertentu.

Jika tindakan Gus Fuad dibiarkan tanpa konsekuensi hukum, ini dapat menciptakan ๐ฉ๐ซ๐ž๐ฌ๐ž๐๐ž๐ง ๐›๐ฎ๐ซ๐ฎ๐ค, di mana penghinaan terhadap tokoh agama dianggap sebagai sesuatu yang boleh dilakukan tanpa sanksi. Oleh karena itu, langkah hukum yang diambil oleh Aliansi Abna Peduli Guru Tua untuk menjaga nilai-nilai kesopanan dan keberagaman dalam kehidupan sosial Indonesia.

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang pentingnya menghormati martabat tokoh agama dan bagaimana mekanisme hukum dapat dijalankan untuk menjaga kehormatan serta integritas sosial dalam masyarakat. Dengan demikian, kita dapat belajar untuk lebih berhati-hati dalam berinteraksi di ruang digital dan mendukung penegakan hukum yang adil bagi semua pihak.

Penulis : ๐€๐ƒ๐•๐Ž๐Š๐€๐“ ๐•๐ˆ๐‘๐†๐ˆ๐€๐–๐€๐, ๐’.๐‡. (Anggota Tim Advokat di VIGAS & Partners Law Office)


Eksplorasi konten lain dari LogikaHukum

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Eksplorasi konten lain dari LogikaHukum

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca