Mengenal Pasal 154 KUHP Sebagai Tindak Pidana Menyatakan Permusuhan, Kebencian atau Penghinaan Terhadap Pemerintah

Share your love

LOGIKAHUKUM.COM – Pasal 154 dan 156 KUHP dikenal sebagai pasal tindak pidana sikap permusuhan berupa pernyataan di muka umum, rasa benci, merendahkan martabat pemerintah Indonesia (Pasal 154 KUHP), terhadap golongan penduduk (Pasal 156 KUHP).

Di Belanda sendiri, ketentuan demikian juga dipandang tidak demokratis karena bertentangan dengan gagasan Freedom of Expression and Opinion, sehingga hanya dapat diberi toleransi untuk diberlakukan di daerah jajahan. Oleh karena itu, nyatalah bahwa ketentuan pasal 154 dan 155 KUHP, memang dimaksudkan untuk menjerat tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di Hindia Belanda pada zaman itu, sehingga kedua ketentuan tersebut bertentangan dengan kedudukan Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat.

Menurut Duwi Handoko dalam bukunya “Dekriminalisasi Terhadap Delik-delik dalam KUHP”, pasal 154 KUHP memiliki bunyi demikian:[1]

“Barangsiapa menyatakan di muka umum perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima ratus rupiah.”

Pasal 154 KUHP menjelaskan tentang sikap permusuhan berupa pernyataan di muka umum, rasa benci, merendahkan martabat pemerintah Indonesia, sedangkan pasal 156 KUHP menjelaskan kepada golongan pendudukan. Berikut bunyi pasal 156 KUHP:

“Barangsiapa dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa golongan penduduk Negara Indonesia, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.”

Baca juga : Sanksi Pidana Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak Menurut UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

KUHP sendiri merupakan sebuah bentuk dari kitab undang-undang yang kemudian berlaku untuk menjadi sebuah bentuk dari dasar hukum yang berada di wilayah Indonesia. KUHP menjadi sebuah bentuk dari hukum politik yang akan berlaku di wilayah Indonesia dan juga kemudian akan terbentuk atas hukum dari pidana materil dan juga hukum pidana formil.

Tindak pidana menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap pemerintah di depan umum oleh pembentuk undang – undang telah diatur dalam Pasal 154 Kitab Undang – undang Hukum Pidana, yang berbunyi sebagai berikut: Barang siapa dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.

Ketentuan Pasal 154 KUHP menurut R. Sugandhi disebut: Delik pembangkit rasa permusuhan, yang dimaksud menjaga ketentraman dan ketertiban umum di kalangan khalayak ramai, agar mereka tidak terpengaruh dengan bermacam-macam hasutan yang mengacu dan memecah – mecah dengan jalan pidato, tulisan, gambar di muka umum atau di dalam surat kabar.[2]

Rumusan undang-undang yang bersifat formal, atau tidak perlu diselidiki apakah rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan yang mempunyai dasar-dasar yang nyata atau tidak. Juga tidak perlu dibuktikan apakah pernyataan permusuhan, kebencian dan penghinaan itu mempengaruhi pada khalayak ramai, sehingga mereka betul-betul bersikap memusuhi, membenci dan merendahkan pemerintah. Syarat yang penting dalam pasal ini ialah perbuatan itu dimuka umum, tidak perlu di tepi jalan, asal di tempat yang dapat dilihat dan dikunjungi oleh orang banyak.

Mengingat bahwa didalam merumuskan ketentuan pidana seperti yang dimaksud dalam Pasal 154 KUHP itu, pembentuk undang-undang ternyata tidak mensyaratkan adanya unsur opzettelijk atau unsur sengaja pada pelaku. Maka perbuatan menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan pemerintah itu tidak harus dilakukan dengan sengaja.

 

Dasar Hukum

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Referensi

[1] Duwi Handoko, Dekriminalisasi Terhadap Delik-Delik Dalam KUHP. Pekanbaru: Hawa dan AHWA, 2016, hal 171.

[2] R. Sugandhi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasannya, Usaha Nasional- Surabaya-Indonesia, 1980.

 

Avatar photo
Yustinus Hura, S.H.

Founder & CEO LogikaHukum.com
Advocate & Legal Consultant

Articles: 60

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *