Penulis : Ayu Risky Fadilah (Mahasiswa Program Studi S-1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang)
LOGIKAHUKUM.COM – World Health Organization (2002) menyebutkan bahwa, perilaku kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual, pelalaian, yang mengakibatkan cedera atau kerugian pada kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengungkapkan hingga Mei 2023, terjadi 15 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan, baik di sekolah maupun di pondok pesantren, Dari 15 kasus itu, 46,67 persen di pesantren dan 53,33 persen di sekolah umum. Pelaku seluruhnya laki-laki. Salah satu Dugaan kasus pencabulan anak di bawah umur dilakukan oleh kepala sekolah dan guru agama di Baturetno, Wonogiri, Jawa Tengah. Terduga pelaku mencabuli 12 murid perempuan yang rata-rata usianya masih 7 tahun. 12 korban mengaku disentuh bagian kemaluannya oleh kedua terduga pelaku saat berada di ruang guru dan ruang kelas. Kasus ini masih didalami pihak kepolisian dan PPKB P3A Wonogiri.
Definisi Anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak adalah sebagai berikut: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
Kekerasan Menurut Undang-Undang
Definisi kekerasan menurut Pasal 1 angka 15 a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU No.35/2014), yaitu:
“Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaraan, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.”
Jerat Hukum Bagi Pelaku Kekerasan Terhadap Anak
Pelaku kekerasan terhadap anak dapat dijerat Pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.
Pasal 76 c UU No. 35 Tahun 2014
“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak.”
Pasal 80 (1) UU No. 35 Tahun 2014
“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) Tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).” Selain itu, apabila mengakibatkan luka berat maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta ruapiah)
Pasal 80 (2) UU No. 35 Tahun 2014 :
“Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”
Korban yang mengalami kekerasan seksual pada anak usia dini dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak dan mengganggu kesehatan mental seorang anak, perlunya perhatian secara khusus di dunia pendidikan dan lingkungan tumbuh kembang anak Keterbukaan anak dengan orang tua sangatlah dibutuhkan untuk memulihkan rasa tidak percaya diri pada anak. Membangun kedekatan dengan orangtua dan mengembalikan rasa percaya diri sang anak sangat penting dilakukan agar masa depan dan harapannya tidak putus.
Anak-anak yang berusia di bawah umur atau belum di anggap dewasa juga dapat menjadi korban pelecehan seksual. Apalagi belakangan ini, dunia maya tengah ramai memperbincangkan kasus kekerasan seksual pada anak. Berita buruknya, anak-anak yang mengalami pelecehan seksual mengalami kekerasan seksual di dunia pendidikan perlunya perhatian secara khusus dan perlu ada sanksi tegas bagi pelaku tindak kekerasan seksual terhadap anak Penanaman dan pengembangan pendidikan karakter di sekolah menjadi tanggung jawab bersama. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran. Pembelajaran nilai-nilai karakter ini tidak berhenti di tataran kognitif, tetapi menyeluruh pada tataran internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan anak atau peserta didik di masyarakat.
Pencabulan terhadap anak secara tegas dilarang sebagaimana diatur pada pasal 76 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Disebutkan bahwa setiap orang dilarang memaksa anak melakukan persetubuhan, baik dengan dirinya maupun dengan orang lain. Jika terjadi pemaksaan atau ancaman terdapat anak untuk melakukan persetubuhan, maka tindakan tersebut merupakan pencabulan, sehingga dapat dikenai ancaman pidana. Sebagaimana telah diatur dalam undang – undang perlindungan anak tersebut, ditetapkan sanksi pidana kepada pelaku yang dimuat dalam pasal 81. Persetubuhan terhadap anak di bawah umur dikategorikan sebagai pemerkosaan atau pencabulan. Oleh sebab itu, pidana penjara bisa diberlakukan sebagaimana telah diatur di dalam pasal 81 tersebut Dalam pasal 81 tersebut juga disebutkan bahwa pidana juga berlaku terhadap orang yang melakukan tipu muslihat atau membujuk anak untuk melakukan tindakan cabul. Bagian 3 pasal 81 menyebutkan jika pelaku merupakan orang terdekat anak, seperti orang tua, wali, pengasuh, dan lainnya, maka hukumannya ditambah sepertiga ancaman yang diberikan.
Siapa yang Bisa Melaporkan Pencabulan Anak?
Ancaman pidana pencabulan anak di bawah umur akan diberikan terhadap pelaku, ketika kasus pencabulan tersebut dilaporkan ke penegak hukum. Ketika terjadi pelanggaran hak atau tindakan criminal, maka masyarakat berhak membuat laporan ke polisi. Dalam kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur, maka hal tersebut bisa dipandang sebagai tindakan criminal dan juga pelanggaran hak. Kasus pencabulan anak di bawah umur tergolong ke dalam delik biasa, di mana tidak hanya korban yang bisa membuat laporan pengaduan, melainkan orang lain juga bisa melaporkannya. Jadi jika Anda mengetahui adanya pencabulan terhadap anak di bawah umur, lebih baik segera melaporkannya.
Tips Mencegah Terjadinya Pencabulan Anak di Bawah Umur yaitu Perlu Adanya Edukasi Terhadap Anak Untuk Terhindar dari Kekerasan Seksual dengan cara :
- Memperkenalkan Bagian Tubuh Sejak Dini
- Beri Pemahaman Terkait Bagian Tubuh yang Bersifat Pribadi
- Ajarkan Anak untuk Bilang Tidak
- Orang Tua Perlu Menanamkan Budaya Malu Pada Anak
Salah satu langkah yang bisa kita lakukan untuk mendorong pemerintah dalam menegakan kasus kekrasan seksual terhadp anak di bawah umur adalah salah satunya. “Mendorong hukuman pidana Bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak sesuai dengan mandat dari UU RI Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang menyatakan bahwa perkara tindak pidana kekerasan seksual, tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan,”
Mendorong Kementerian Agama RI untuk melakukan sosialisasi dan implementasi kebijakan PMA Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan penanggulangan Kekerasan seksual di Madrasah dan pondok pesantren atau satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemenag.
Dasar Hukum
Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual