LOGIKAHUKUM.COM – Menghadirkan rasa keadilan dalam upaya penegakan hukum di Indonesia haruslah menjadi catatan, terutama bagi mereka yang memiliki otoritas dalam upaya ini. Sebagai negara hukum yang berlandaskan Pancasila, memunculkan rasa keadilan menjadi hal terpenting kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Pancasila, adalah sebuah ideologi dengan kandungan 5 prinsip hidup bangsa Indonesia yang satu sama lain saling berkaitan.
Salah satu prinsip bangsa Indonesia dalam Pancasila adalah “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Prinsip ini dengan sangat jelas menegaskan bahwa seluruh rakyat Indonesia berhak mendapat keadilan tanpa terkecuali. Keadilan mesti didapatkan oleh masyarakat tanpa pandang bulu, apakah itu pejabat, rakyat kecil, orang kaya atau miskin dari pelaksanan hukum. Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan diselenggarakannya hukum adalah untuk memberikan keadilan kepada setiap orang.
Menimbang dan memerhatikan berbagai masalah yang muncul sepanjang Republik ini hidup, memang kita tidak bisa menutup mata bahwa penegakkan hukum belumlah bisa menjadi jaminan lahirnya rasa keadilan bagi masyarakat. Kondisi lemahnya penegakan hukum di Indonesia ini pun tergambar dari penelitian yang dilakukan oleh World Justice Project (WJP). Menurut laporan World Justice Project, indeks negara hukum Indonesia pada tahun 2020 berada di posisi 59 dari 128 negara yang diteliti.
Dalam penelitian ini, WJP menetapkan delapan faktor yang menjadi parameter dalam menentukan rule of law indeks sebuah negara, parameter itu antara lain pemerintahan yang terbuka, tingkat keamanan dan ketertiban, penegakan keadilan bagi warga sipil, dan penanganan perkara pidana. Dalam bidang hukum, penelitian menemukan bahwa di Indonesia masih terdapat mafia dalam peradilan.
Selain itu, penegakan hukum di Indonesia masih terkesan tebang pilih dan tidak semua orang diperlakukan sama ketika dijatuhi hukuman. Indikator sebuah negara hukum adalah keberhasilan dalam penegakan hukumnya. Keberhasilan ini ditandai dengan adanya kepatuhan pada hukum yang berlaku dari seluruh masyarakat. Kepatuhan ini terwujud karena sudah seharusnya dan sudah waktunya dijalankan. Kurang maksimalnya upaya penegakaan hukum, tentu saja akan berimplikasi pada kredibilitas para pembentuk aturannya, pelaksana aturan dan masyarakat yang terkena aturan itu sendiri.
Mengingat hal tersebut, upaya penegakkan hukum tidaklah dapat dengan cara melandaskan suatu perbuatan pada klausul-klausul hukum belaka. Secara sosiologis, Soerjono Soekanto (1983) berpendapat bahwa dalam penegakan hukum terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan mempunyai arti.
Hubungan dari faktor-faktor tersebut akan memberikan dampak positif dan negatif pada upaya penegakkan hukum. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor hukum itu sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, keempat faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Kelima faktor sebagaimana diurai oleh Soerjono Soekanto itu harus menjadi landasan dalam proses penegakkan hukum. Kelimanya akan saling berkaitan erat antara satu sama lain, sehingga kita tidak dapat mengesampingkan salah satu faktor diantaranya. Manakala salah satu faktor lemah, tentu akan menjadi kendala bagi faktor-faktor yang lainnya.
Oleh karena itu, keseluruhannya menjadi hal pokok dan menjadi ukuran dari efektifitas penegakan hukumnya. Meskipun demikian, ada sebuah faktor yang menjadi inti dalam penegakkan hukum, yaitu faktor penegak hukumnya. Dalam hal ini, peraturan atau undang-undang dibuat oleh penegak hukum (legislatif), penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum (kekuasaan kehakiman dan kepolisi) itu sendiri.
Dengan demikian, otoritas penegak hukum harus kedudukannya menjadi sangat menentukan di dalam penegakan hukum. Meskipun demikian, sebagaimana telah dikemukakan, dengan memperhatikan sistematika kelima faktor tadi jika difungsikan secara optimal dalam penegakan hukum, maka setidaknya hukum itu dinilai dapat dikategorisasikan efektif.
Sistematika tersebut dapat membangun efektifitas penegakan hukum dengan jalan menguatkan kembali posisi hukumnya, kemudian penegak hukumnya, sarana dan fasilitas yang menunjang. Yang tak kalah pentingnya adalah apakah masyarakat memerikan apresiasi atau respon sehingga dapat terbangun sebuah kultur taat hukum. Melihat berbagai kasus hukum di Indonesia dan perasaan masyarakat pada hukum, diperlukan gerakan bersama secara nasional yang teratur, terukur dan dapat dilaksanakan untuk menumbuhkan penegakan hukum berkeadilan dan berpihak kepada kelompok masyarakat yang terpinggirkan.