LOGIKAHUKUM.COM – Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.
Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Hak Desain Industri diatur dalam Undang-Undang RI No 31 Tahun 2000 dan PP RI Nomor 1 Tahun 2005 tentang pelaksanaan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2000. Berdasarkan pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, pada prinsipnya hak atas desain industri merupakan hak yang khusus bagi pemiliknya yang diberikan oleh Negara. Artinya hak tersebut sebagai konsekuensi telah didaftarkannya desain industri tersebut. Hukum memberikan perlindungan kepada sang pemegang hak dalam bentuk pencegahan para pelaku usaha curang yang membuat, memakai, menjual, mengekspor dan mengimpor atau mengedarkan barang yang diproduksi tanpa sepengetahuan atau seizin dari sang pemilik hak desain industri tersebut.
Hak desain industri yaitu hak eksklusif yang diberikan Negara kepada pendesain terhadap hasil kreasinya untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri, ataupun memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk menjalankan hak tersebut. Perlindungan hukum terhadap pemegang desain sangat berpengaruh terhadap suatu keadilan, ketertiban, kepastian, dan kemanfaatan dan kedamaian bagi para pemegang hak tersebut. Desain Industri yang dapat dilindungi tidak boleh bertentangan dengan moral dan kesusilaan. Perlindungan terhadap desain industri akan diberikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi hal ini tercantum dalam pasal 10 Undang-Undang Desain Industri.
Menurut Rivan, Desain Industri merupakan sebuah hasil karya seseorang yang berupa gambar, garis, warna, dan gabungan dari padanya yang berbentuk dua dimensi atau tiga dimensi yang dapat menghasilkan suatu produk dan dapat bermanfaat bagi penjual barang dan jasa.[1] Dari pengertian tersebut, maka produk atau barang yang dihasilkan merupakan gabungan kreativitas dan teknikal dalam proses perancangan produk industri dengan tujuan dapat digunakan oleh manusia sebagai hasil produksi. Jika hak dari pendesain terlindungi, maka pendesain akan terus berinovasi untuk menciptakan hal-hal baru yang mendorong perkembangan dalam dunia bisnis.
Dalam Undang-Undang Desain Industri ditegaskan bahwa hak desain industri yang telah diberikan negara kepada pendesain diberikan untuk jangka waktu tertentu yang dalam kurun waktu tersebut pendesain memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut, tentunya desain tersebut adalah harus desain yang baru dan sebelumnya telah didaftarkan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Hak desain industri diperoleh karena pendaftaran, tentunya pendaftaran yang mutlak untuk diperoleh nya suatu hak desain industri tersebut, tanpa adanya pendaftaran tidak akan diperoleh hak desain industri dan tentunya juga tidak akan mendapat perlindungan. Setiap orang atau para pelaku usaha berhak untuk memperoleh perlindungan dari Negara, termasuk perlindungan terhadap hak desain industri.
Perlindungan tersebut yang termasuk didalamnya perlindungan hak ekonomi maupun hak moral yang diberikan secara memadai oleh negara akan berpengaruh terhadap kreasi pendesain yang tentunya memberikan kontribusi ekonomi yang besar, baik itu untuk pendesain maupun bagi negara. Sistem pendaftaran desain industri di Indonesia adalah sistem yang bersifat konstitutif dengan pengertian pemilik desain yang sah dan diakui yaitu pihak yang pertama kalinya mendaftarakn desain tersebut pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dengan demikian, perlindungan atas suatu desain tersebut akan diperoleh jika telah diaftarkan. Pentingnya pendaftaran desain oleh pendesainnya yaitu untuk memudahkan pembuktian dan perlindungannya ketika ada yang ingin mengakui atau mengklaim desain yang telah diaftarkan. Perlindungan desain industri dilakukan untuk memdorong iklim industri yang sehat dan untuk mencegah tindakan-tindakan peniruan desain serta praktik-praktik persaingan tidak jujur.
Perlindungan hukum terhadap desain industri mencakup terhadap pemalsuan desain dalam perdagangan. Perlindungan ini juga merupakan salah satu bentuk penegakan hukum terhadap desain industri yang berupa tindakan administratif yang merupakan pelengkap dari bentuk perlindungan secara pidana maupun secara perdata. Merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Merk dagang (Trademark) digunakan oleh pebisnis untuk mengidentifikasikan sebuah produk atau layanan. Perlindungan hukum terhadap merek harus melalui pengajuan permohonan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Merek yang didaftarkan tidak semuanya dapat diterima, apabila merek tersebut didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang tidak beritikad baik. Pemohon yang tidak beritikad baik tersebut adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara tidak layak dan tidak jujur, ataupun adanya niat tersembunyi seperti meniru atau menjiplak merek terkenal yang akan menimbulkan persaingan tidak sehat sehingga dapat menyesatkan konsumen.
Merek dapat di tolak jika merek yang didaftarkan sudah terdaftar terlebih dahulu oleh pihak lain, merek yang terkenal milik pidak lain, berkaitan dengan indikasi geografis yang sudah terkenal. Perlindungan terhadap hak Merek diberikan kepada pemilik merek yang sudah terdaftar. Perlindungan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak merek yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hak terhadap suatu merek. Merek memiliki prinsip territorial, yaitu hak merek hanya berlaku dimana permohonan paten diajukan dan diberi. Bentuk dari perlindungan hak merek yaitu, pemerintah melarang bagi orang yang meniru atau menjiplak simbol atau bentuk dari merek yang telah terdaftar untuk digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Firmansyah menjelaskan bahwa Pendaftaran merek yang dilandasi dengan itikad buruk tidak akan diterima atau tidak akan dilindungi serta yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan tidak memiliki daya pembeda. Pendaftaran merek juga dapat ditolak oleh Direktorat Jenderal HKI jika merek yang diaftar memiliki persamaan baik secara keseluruhan ataupun sebagian dengan merek yang telah terdaftar dan menjadi milik pihak lain Merek dagang meliputi nama produk atau layanan, beserta logo, simbol, gambar yang menyertaiproduk atau layanan tersebut.[2]
Pemakaian merek bermanfaat untuk Tanda pengenal sebagai bentuk pembeda hasil ciptaan yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya. Dalam hal perlindungan merek, investor harus mengajukan permohonan merek di Indonesia yaitu kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Menurut Saidin, Jangka waktu perlindungan Hak Merek berlaku selama 10 tahun sejak Tanggal Penerimaan. Masa perlindungan Hak Merek dapat diperpanjang setiap 10 tahun secara terus menerus.[3] Pemegang Hak Merek sudah dapat mengajukan permohonan perpanjangan merek dari sejak enam bulan sebelum berakhirnya masa perlindungan merek sampai dengan 6 bulan sesudah masa perlindungan berakhir. Dengan adanya perlindungan terhadap merek menunjukkan bahwa Negara berkewajiban dalam menegakkan hukum merek. Dengan demikian apabila terjadi sengketa atau pelanggaran merek, maka pemilik merek dapat mengajukan gugatan ke kantor Pengadilan.
Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
Daftar Pustaka
[1]Rivan S.S. Penerapan Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Pencurian Dokumen Elektronik Milik Orang Lain di Kota Makasar. Jurbal Hukum Vol. 1(1), hal. 80-103.
[2]Firmansyah, H. Perlindungan Hukum Terhadap Merek (Panduan Memahami Dasar Hukum Penggunaan dan Perlindungan Merek. Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2001.
[3]Saidin. Aspek Hukum Kekayaan Intelektual. Depok : Rajawali Pers, 2013