LOGIKAHUKUM.COM – Pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak memang berbeda dengan kasus pelanggaran hukum oleh orang dewasa, karena dasar pemikiran pemberian hukuman oleh negara adalah bahwa setiap warga negaranya adalah mahkluk yang bertanggungjawab dan mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Sementara anak diakui sebagai individu yang belum dapat secara penuh bertanggung jawab atas perbuatannya. Oleh sebab itulah dalam proses hukum dan pemberian hukuman, (sebagai sesuatu yang pada akhirnya hampir tidak dapat dihindarkan dalam kasus pelanggaran hukum), anak harus mendapat perlakuan khusus yang membedakannya dari orang dewasa. Mengenai peradilan bagi anak diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Anak yang melakukan tindak pidana disebut dengan Anak yang Berkonflik dengan Hukum. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Ini berarti anak dalam pertanyaan Anda termasuk dalam kategori anak yang berkonflik dengan hukum. Secara hukum, anak sebagai pelaku tindak pidana (Anak yang Berkonflik dengan Hukum – “Anak”) tidak akan dikenai pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup.
Sanksi pidana bagi anak yang telah ditentukan oleh KUHP (lex generalis) dan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (lex spesialis) dijelaskan bahwa bagi anak penjatuhan pidananya ditentukan yaitu ½ dari maksimum pidana orang dewasa, dan terhadap anak tidak ada pemberlakuan pidana seumur hidup dan pidana mati. Selain itu juga diatur mengenai sanksi yang dijatuhkan yang ditentukan berdasarkan umur yaitu, bagi anak yang berumur 12 (dua belas).
Karena umur anak yang melakukan tindak pidana dan/atau yang berkonflik dengan hukum terkait perbuatan pidana pembunuhan yang dilakukannya apabila telah berumur 14 tahun sampai dengan 18 tahun tetap melalui tahapan persidangan di pengadilan. Penjatuhan pidana atau tidaknya diserahkan kepada pertimbangan hakim dengan berpokok pada UU SPPA dan sanksi yang telah ditentukan (1/2) dari masa pidana orang dewasa) dan apabila penjatuhan pidana penjara (sebagai ultimum remedium) yang dikenakan oleh hakim, maka demi asas kepentingan terbaik bagi anak maka ditempatkan dalam Lapas Anak dengan kuantitas dan kualitas pelayanan dan infrastruktur yang memadai dan juga harus menghormati dan memenuhi hak-hak mereka sebagai seorang anak. Apabila tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.
Penerapan dan bentuk sanksi pidana kepada anak yang melakukan tindak pidana dalam UU No.11/2012 termaktub dalam Bab V mulai dari Pasal 69 sampai dengan Pasal 83 tentang pidana dan tindakan. Sanksi bagi anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan yaitu sesuai dengan Pasal 338 KUHP “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun” dengan ketentuan ½ dari total maksimum pidana orang dewasa maka untuk anak akan dikenakan sanksi pidana penjara selama -/+ 7,5 tahun.
Jadi, Pengaturan mengenai pemidanaan dan sanksi terhadap anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan diatur dalam Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Bentuk sanksi terhadap anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan tidak diatur secara eksplisit, namun dalam UU No. 11 Tahun 2012 diatur mulai dari Pasal 69 s/d Pasal 83 yang pada intinya mengutamakan upaya diversi dan pidana penjara ½ dari maksimum pidana orang dewasa yang dikenakan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) tergantung dari unsur-unsur tindak pidana yang menyertai dengan juga melihat apakah akibat dari perbuatan tersebut terdapat korban yang meninggal dunia ataukah masih hidup (sehat walafiat). Penerapan sanksi pidana dan sanksi tindakan (prinsip Double Track System) dapat diterapkan juga dalam sistem pemidanaan anak karena dirasa lebih efektif demi mewujudkan asas kepentingan terbaik untuk anak dan kesejahteraan anak, mewujudkan prinsip proporsionalitas, dan Hakim dengan keyakinannya tetap berada dalam koridor Peraturan Perundang-undangan.
Dasar Hukum :
[…] Baca juga : Sanksi Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan […]