LOGIKAHUKUM.COM – Tindak pidana yaitu suatu perbuatan yang dilakukan dan bertentangan dengan aturan terkait didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Menurut Wirjono Prodjodikoro, berpendapat bahwa tujuan hukum pidana merupakan agar dapat pemenuhan unsur keadilan antara para pihak berperkara, diantaranya:
- Hukuman yang diatur agar memberi rasa takut orang;
- Hukum dapat mengatur tingkah laku manusia serta memperbaikinya apabila terdapat manusia yang melanggar norma;[1]
Tindakan pengeroyokan adalah tindakan melanggar hukum dan sesuai dengan Pasal 170 KUHP yaitu:
“Barang siapa dengan terang-terang dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. Perbuatan “Mengeroyok” yaitu bersama-sama melakukan aksi kejahatan untuk menyakiti seseorang.”
Tindakan Pengeroyokan merupakan suatu perbuatan pidana yang dilakukan secara bersama-sama dengan memberikan rasa sakit kepada pihak lain. Hukuman yang diterima yaitu:
- Penghukuman berupa penjara maksimal 7 (tujuh) tahun jika dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
- Hukuman maksimal 9 (sembilan) tahun, apabila kekerasan menimbulkan luka berat;
- Hukuman maksimal 12 (dua belas) tahun, apabila kekerasan mengakibatkan kematian. Unsur yang terkandung dari aturan tersebut diantaranya:
- Secara umum adalah bagian dari kejahatan yang diperbuat di ruang publik;
- Bertindak secara bersama dalam berbuat kekerasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh minimal 2 (dua) orang atau lebih, tetapi orang yang ikut berada dalam kejadian kekerasan tetapi tidak ikut dalam melakukan kekerasan, maka bebas dari ancaman pasal 170 KUHP;
- Barang siapa yaitu pelaku dalam bertindak yang bersifat pidana, dapat juga membahas terkait subjek yang melakukan tindak pidana;
- Menimbulkan suatu luka, merupakan akibat yang dihasilkan dari tindak pidana tersebut yaitu berupa luka;
- Luka berat pada tubuh, dijelaskan pada Pasal 90 KUHP.
Kualifikasi dari delik ini adalah mengganggu ketertiban umum, artinya harus dapat dibuktikan bahwa para pelaku yang melakukan tindak pidana membuat niat untuk melakukan kakacauan sehingga menimbulkan rasa takut pada masyarakat. Untuk membuat gangguan keamanan pada masyarakat ini, ada sekolompok orang atau beberapa orang yang melakukan perbuatan yang menimbulkan luka atau kematian atau kerusakan pada barang-barang di tempat umum. Jadi timbulnya kerusakan, luka atau kematian bukanlah tujuan utama dari delik ini.
Penempatan Pasal 170 dalam BAB V KUHP sebagai delik “Kejahatan terhadap Ketertiban Umum”, maka dimaknai sebagai tujuan utama perbuatan tersebut adalah mengganggu ketertiban umum, sehingga harus dapat dibuktikan kejahatan yang dilakukan untuk membuat suasana tidak aman. Adanya orang yang luka atau mati serta rusaknnya barang-barang bukanlah tujuan utama dari Pasal 170 ini, melainkan akibat dari perbuatan menggunakan kekerasan secara bersama-sama.
Kejahatan terhadap ketertiban umum secara garis besarnya adalah sekumpulan kejahatan-kejahatan yang menurut sifatnya dapat menimbulkan bahaya terhadap keberlangsungan hidup masyarakat dan dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap ketertiban di lingkungan masyarakat. Kejahatan terhadap ketertiban umum di dalam m.v.t (memory van toelichting) diartikan sebagai kejahatan yang sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan masyarakat dan dapat menimbulkan gangguan bagi ketertiban alamiah dalam masyarakat. Bahkan Van Bemmelen dan Van Hattum menegaskan kejahatan terhadap ketertiban umum untuk menjaga berfungsinya masyarakat dan negara. Contoh kongkrit, kejahatan terhadap ketertiban umum sebagaimana diatur dalam KUHP adalah : Penodaan terhadap bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, dan lambang negara; Menyatakan perasaan permusuhan terhadap pemerintah; Menyatakan perasaan permusuhan terhadap golongan tertentu; Menghasut di muka umum yang menimbulkan kekacauan.
Secara sistem yang dianut KUHP Indonesia dan juga KUHP Belanda, maka tindak pidana yang saat ini diatur KUHP dibagi menjadi tiga bagian yaitu Bagian I : Tindak pidana terhadap negara; Bagian II tindak pidana terhadap masyarakat; Bagian III tindak pidana kepada pribadi. Pembagian ini sesuai dengan pembagian kepentingan kelompok yang ingin dilindungi oleh KUHP.
Pasal 170 KUHP dimaknai sebagai perlindungan hukum kepentingan masyarakat dari gangguan ketertiban dan bukan dimaksudkan melindungi kepentingan individu. Dalam memorie van toelichting (mvt) malah disebutkan bahwa delik ini ditujukan kepada kelompok-kelompok yang secara terang-terangan ingin mengganggu ketertiban publik bukan untuk melukai orang-orang per orang atau petugas yang sedang melaksanakan tugasnya. Terjadi luka dan kerusakan adalah ekses dari perbuatan itu. Pada intinya harus ditemukan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh gerombolan atau kelompok tersebut ingin mengacau atau membuat ketidaknyamanan dalam masyarakat luas. Delik ini ditujukan untuk membuat suasana tidak aman, sehingga jika terjadi timbulnya luka, kematian, kerusakan maka tanggung jawab atas kejadian tersebut ada pada individu yang melakukan perbuatan tersebut, sehingga masing-masing peserta dari rombongan tersebutlah yang bertanggung jawab secara sendiri-sendiri beserta akibat-akibatnya tidak dipertanggungjawabkan kepada orang yang tidak melakukan perbuatan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar orang yang tidak melakukan perbuatan pengrusakan dan bentuk serangan lainnya tidak dipidana.
Pasal ini harus dibedakan dengan Pasal 358 KUHP. Pasal 385 KUHP terletak di BUKU II tentang Kejahatan dan berada di BUKU XX tentang Penganiayaan. Pasal ini juga Pasal penyerangan atau perkelahian yang dilakukan oleh gerombolan atau kelompok yang ditujukan kepada individu tertentu atau bahkan petugas tertentu dan tidak dimaksudkan untuk mengganggu ketertiban atau keamanan publik. Sejak awal kelompok ini punya niat ingin melakukan serangan kepada orang tertentu secara bersama-sama dan bukan ingin membuat kekacauan dan keamanan umum. Tujuannya dari perbuatan ini adalah nyata-nyata ingin merusak, ingin menganiaya yang bisa menimbulkan luka berat atau kematian.
Unsur | Penjelasan |
Barangsiapa | Barangsiapa ditafsirkan sebagai orang, namun orang dalam jumlah yang besar, dan jumlah ini tidak ditentukan oleh KUHP berapa banyak, namun para ahli sependapat minimal dua orang atau lebih, secara bersama-sama |
Dimuka umum | Artinya perbuatan tersebut dilakukan bukan ditempat yang tersembunyi tetapi publik dapat mengakses tempat tersebut, atau dalam Bahasa Wirjono Prodjodikoro “bahwa ada orang banyak bisa melihatnya (in het openbaar)”. R. Soesilo menyatakan ditempat umum diartikan sebagai suatu tempat dimana publik dapat melihatnya. J.M. van Bemmelen dengan mengutip putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung Belanda) menyatakan bahwa pasal ini tidak berlaku untuk tindakan kekerasan yang dilakukan di tempat sunyi, yang tidak mengganggu ketenangan umum, termasuk tindak itu dilakukan di jalan raya namun public tidak terusik, maka Pasal ini juga tidak bisa dikenakan, karena salah satu syarat tidak terpenuhi.[2] |
Secara bersama-sama | Secara bersama-sama artinya pelaku-pelaku bersekongkol untuk melakukan kekerasan. Bersekongkol ini bisa dilakukan saat kejadian atau sebelum kejadian sudah ada persengkolan itu untuk melakukan kekerasan. |
Melakukan kekerasan | R. Soesilo menyatakan bahwa “mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak syah” misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak menendang dsb.”. |
Terhadap orang atau barang | Jadi, orang disini bisa siapa saja tidak memandang kedudukan dan pangkatnya. Barang yang diserang atau dirusak adalah barang-barang milik siapa saja tidak tergantung siapa pemiliknya. |
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak semua tindak kekerasan (tindak pidana) yang dilakukan secara bersama-sama dapat menggunakan Pasal 170 KUHP. Kualifikasi dari delik ini adalah untuk mengganggu ketertiban umum, artinya harus dapat dibuktikan bahwa para pelaku yang melakukan tindak pidana pidana punya niat ingin membuat kakacauan sehingga menimbulkan rasa takut pada masyarakat. Untuk membuat gangguan keamanan pada masyarakat ini, ada sekolompok orang atau beberapa orang yang melakukan perbuatan yang menimbulkan luka atau kematian atau kerusakan pada barang-barang di tempat umum. Timbulnya kerusakan, luka atau kematian bukanlah tujuan utama dari delik ini. Dengan demikian, proses pembuktiannya adalah harus dapat ditemukan rangkaian perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang. Rangkaian perbuatan tersebut bersifat logis, dan rasional.
Daftar Pustaka
[1] Prodjodikoro, Wirjono, Asas Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, h. 48
[2] Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap dengan Pasal Demi Pasal.