LOGIKAHUKUM.COM – Keterangan Saksi merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Kesaksian palsu yakni keterangan yang diberikan oleh seorang saksi di bawah sumpah dimana isi dari keterangan tersebut mengandung arti yang tidak sesuai dengan sebenarnya, dengan kata lainnya keterangan tersebut adalah bohong atau palsu.
Keterangan yang isinya palsu tidak selamanya seluruhnya, tetapi cukup palsu sebagiannya saja. Pengertian pidana menurut Muladi: Pada dasarnya pidana adalah penjatuhan derita ataupun akibat yang tidak baik. Ditujukan kepada seseorang ataupun badan yang memiliki kekuasaan. Dikenakan pada seseorang yang melakukan perbuatan pidana yang diatur dalam UU (Muladi & Nawawi, 1992).
Mengenai pengertian sanksi pidana, Hamzah menyatakan bahwa sanksi pidana yakni suatu akibat hukum yang terjadi karena pelaksanaan tentang larangan berdasarkan aturan yang berlaku berupa hukuman atau tindakan (Hamzah, 2008).
Pengaturan mengenai tindak pidana kesaksian palsu diatur dalam Pasal 242 KUHP, dalam hal ini penulis menjelaskan mengenai rumusan dari isi Pasal tersebut yakni seorang yang ditunjuk sebagai saksi yang dimana UU mengatur dan menentukan untuk memberikan keterangan di atas sumpah. Apabila saksi mengungkapkan pernyataan, yang mana isinya tidak asli, yang dilakukan personal ataupun melalui wakilnya dengan kesengajaan baik secara tersirat ataupun tersurat, maka akan terjadi akibat hukum yaitu akan dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan apabila terdakwa dapat dikenakan pidana selama sembilan tahun.
Baca juga : Perlindungan Hukum Terhadap Korban Penipuan dalam Transaksi Jual-Beli Secara Online
Berdasarkan isi ketentuan Pasal tersebut, maka penulis dapat simpulkan bahwa memberikan suatu keterangan palsu atau kesaksian palsu di atas sumpah merupakan suatu tindak pidana dan apabila dilakukan maka akan dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama tujuh tahun dan apabila merugikan terdakwa diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Jadi, Kedudukan sumpah pada keterangan saksi palsu dalam pemeriksaan perkara pidana adalah tidak dianggap sebagai alat bukti yang sah. Sehingga keterangan tersebut tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian dan tidak dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah lainnya dan sebagai penguat keyakinan hakim. Hal ini dikarenakan keterangan yang diberikan oleh saksi dibawah sumpah tersebut adalah palsu. Saksi memberikan keterangan yang palsu berarti keterangan tersebut adalah bohong. Hal ini berarti tidak sejalan dengan amanat ketentuan Pasal 160 ayat 3 KUHAP yang menyatakan saksi harus mengucapkan atau janji bahwa ia akan menerangkan yang sebenarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya. Selain itu kesaksian palsu atau memberikan keterangan palsu merupakan suatu tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana. Sehingga dapat dikatakan kesaksian palsu merupakan suatu perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal 242 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sanksi pidana bagi saksi yang melakukan kesaksian palsu pada pemeriksaan perkara pidana akan dikenakan ketentuan Pasal 242 ayat 1 dan 2 KUHP yaitu tentang sumpah palsu dan keterangan palsu, dimana dalam isi Pasal tersebut saksi yang memberikan keterangan palsu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan apabila keterangan palsu tersebut merugikan terdakwa atau tersangka, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.