JAKARTA, LOGIKAHUKUM.COM – Wakil Dekan Bidang Akademik yang juga Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Dr. Beniharmoni Harefa, SH, LL.M. menjadi narasumber dalam kegiatan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan V (Sabtu/5 Oktober 2024) di Slipi Tower Kantor Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Barat. Kegiatan PKPA ini merupakan kerjasama FH UPN Veteran Jakarta dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Barat.
Dalam pemaran materi Dr. Beniharmoni menjelaskan terkait Sistem Peradilan Pidana Anak. Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Pada Undang-Undang SPPA Anak Yang Berharapan Dengan Hukum (ABH) terdiri dari Anak yang berkonflik dengan hukum (anak pelaku), anak sebagai korban dan anak sebagai saksi.
Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia mengenal Diversi yang berbasis pada Keadilan Restoratif. Diversi sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 menegaskan bahwa syarat diversi adalah tindak pidana yang diancam di bawah 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan. Diversi secara singkat merupakan pengalihan penyelesaian perkara pidana anak dari peradilan formal ke peradilan non formal.
Pada pemaparannya juga Dr. Beniharmoni Harefa yang juga sebagai Ahli Hukum Pidana ini menegaskan bahwa batas usia anak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana yakni dari usia 12 (dua belas) tahun dan belum 18 (delapan belas) tahun. Hukuman maksimal anak yang berkonflik dengan hukum (anak pelaku tindak pidana) maksimal dijatuhkan sanksi pidana 10 (sepuluh) tahun.
Ruang diskusi dari peserta PKPA dengan Narasumberpun berjalan hangat beberapa peserta sangat antusias menanyakan terkait hal-hal penting dalam praktek peradilan pidana anak.
Narasumber menyampaikan bahwa apabila korban anak maka menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016. Apabila korban anak dan pelaku anak maka tentunya perlu penanganan khusus. Untuk pelaku tentunya harus dimintai pertanggungjawban pidana, dan tidak melebihi 10 tahun. Proses pembuktian akan berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Indonesia atau KUHAP.
Berdasarkan pada Pasal 184 menegaskan bahwa alat bukti sah antara lain: Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan Terdakwa. Pasal 183 KUHAP menegaskan bahwa sekurang-kurangnya 2 alat bukti, dan dari 2 alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah pelakunya maka orang tersebut dapat dipidana.
Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan IV. Kegiatan PKPA ini merupakan kerjasama FH UPN Veteran Jakarta dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Barat dilaksanakan secara Hybrid di ruang kelas secretariat DPC Peradi Jakarta Barat, Grand Slipi Tower Lantai 5, Slipi Jakarta Barat. Selain narasumber Dr. Beniharmoni Harefa, SH, LL.M (Wakil Dekan Bid Akademik FH UPN Veteran Jakarta dan Ahli Pidana) pada hari yang sama juga sebagai Narasumber Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Dr. Suhartoyo, SH, MH, menjadi Narasumber dengan Materi Hukum Acara Mahkamahh Konstitusi.