Keadilan Dalam Penegakan Hukum : Studi Kasus Terhadap Suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yang Menyeret Mantan Jaksa Pinangki

Share your love

LOGIKAHUKUM.COMKorupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), karena itu perlu penanganan dengan cara-cara yang luar biasa, perlakuan dan penanganan hukumnya pun harus dengan tindakan yang tegas dan berani dari para aparat penegakan hukumnya, namun pada kenyataannya semangat pemberantasan korupsi tidak dibarengi dengan semangat pemidanaan yang maksimal dari lembaga peradilan terhadap para koruptor, hal ini bisa dilihat dari setiap vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan terhadap para terpidana korupsi yang terlalu ringan.

Dalam kasus Korupsi yang melibatkan Jaksa Pinangki, meskipun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding yang diajukan Pinangki dengan memangkas hukumannya dari 10 (sepuluh) tahun penjara menjadi 4 (empat) tahun penjara dalam kasus penerimaan suap, permufakatan jahat dan pencucian uang yang dilakukan oleh Djoko Tjandra, Pengadilan Tinggi menilai bahwa Pinangki telah mengakui kesalahannya dan juga karena Pinangki seorang ibu yang memiliki seorang anak yang berumur 4 (empat) tahun. Apabila melihat pada Undang-Undang bahwa alasan itu tidak beralasan hukum, karena ada pula masyarakat yang sudah dipenjara mempunyai anak umur 4 (empat) tahun jika terbukti bersalah harus dihukum atau dipenjara sesuai perbuatannya.

Bahkan secara tegas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999, Tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 berbunyi :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Baca juga : Hapusnya Kewajiban Menjalankan Pidana Menurut KUHP

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantas Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 4 Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Seharusnya karena Pinangki merupakan seorang jaksa seharusnya hukuman yang dijatuhkan seharusnya jauh lebih berat karena dia aparat penegak hukum bukan malah dikurangi, hakim memang memiliki pertimbangan atau sebuah keyakinan sendiri yang diambil dalam memutus sebua perkara, akan tetapi tak jarang hal-hal yang sama sekali tidak terkait dengan perbuatan hukum pelaku menjadi pertimbang.

Seharusnya  Pinangki Sirna Malasari harus dijatukan hukuman penjara lebih maksimal karena tingkat kejahatanya sangat besar (Konspirasi dengan koruptor) kalau hukumannya 4 (empat) tahun itu sangat tidak adil dan melukai rasa keadilan masyarakat atau matinya keadilan, karena vonis dengan uang yang diterima dan tindakan kejahatan yang dilakukan sangat tidak sebanding, terkesan hukuman yang diberikan kepada pinangki sirna malasari menyimpang dan keliru atau penerapan pasal dalam menjatuhkan hukuman tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Penulis : Libertus Laia, S.H. Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pamulang

Avatar photo
Tim Editor

Yustinus Hura, S.H.
Founder dan Managing Partner LogikaHukum.com

Articles: 52

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *