LOGIKAHUKUM.COM – Penggeledahan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia terhadap kantor Advokat senior Maqdir Ismail pada tanggal 13 Juli 2023 terkait kasus korupsi BTS Kominfo, telah menimbulkan kegaduhan yang serius dikalangan profesi Advokat. Alih-alih Kejaksaan Agung berdalih bahwa penggeledahan kantor Advokat Maqdir Ismail dilakukan dalam kapasitas Maqdir Ismail sebagai saksi bukan sebagai pengacara, justru penggeledahan tersebut menunjukkan Kejaksaan Agung secara terang benderang melakukan pelanggaran terhadap konstitusi dan peraturan perundang-undangan bahkan berpotensi abuse of power. Disebut abuse of power karena penggeledahan dilakukan tanpa didasari oleh perintah dan prosedur yang jelas, akan tetapi berdasarkan kehendak atau perintah sepihak pejabat Kejaksaan Agung.
Peristiwa penggeledahan kantor Advokat Maqdir Ismail merupakan fakta bagaimana Kejaksaan Agung tidak menghormati Advokat, mengabaikan harkat, martabat, dan wibawa profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Kejaksaan Agung tidak menghormati Hak Imunitas yang melekat pada Advokat yang selama menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan.
Kecerobohan Kejaksaan Agung ini dapat saja terjadi karena Kejaksaan Agung sedang bersukacita dalam kasus korupsi minyak goreng, kasus korupsi BTS Kominfo, dan kasus lainnya yang setidak-tidaknya kasus tersebut membuat Kejaksaan Agung naik kelas di hadapan Presiden, meskipun selalu mendapat rekor rapor merah dalam penegakan hukum. Rapor merah Kejaksaan dalam penegakan hukum menjadi catatan tersendiri betapa buruknya kepercayaan publik terhadap kejaksaan. Bahkan sudah bukan rahasia lagi, jika oknum-oknum Kejaksaan masih mempertahankan budaya korup, sebut saja beberapa jaksa yang terlibat kasus korupsi, menerima suap, gratifikasi, dan lain sebagainya.
Kendati Kejaksaan Agung mengklaim penggeledahan kantor Advokat senior Maqdir Ismail dilakukan dalam kapasitas Maqdir Ismail sebagai saksi bukan sebagai pengacara, justru dalam keadaan ini Kejaksaan Agung membuat tafsir ganda dengan mempersamakan kantor Advokat sebagai tempat terjadinya kejahatan korupsi BTS Kominfo yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sementara faktanya, Advokat Maqdir Ismail hanya bertindak sebagai Penasehat Hukum salah satu terdakwa dalam kasus BTS Kominfo.
Tindakan Kejaksaan Agung yang memeriksa Advokat dengan memposisikan sebagai saksi dalam perkara BTS Kominfo sangatlah non prosedural, di mana seharusnya jika Kejaksaan Agung ingin memeriksa seseorang Advokat maka terlebih dahulu harus bersurat kepada Dewan Kehormatan Advokat di Organisasi Advokat, karena dalam menjalankan tugasnya seseorang Advokat senantiasa terikat oleh Kode Etik Advokat. Advokat yang adalah Profesi Terhormat (Officium Nobile) dan salah satu unsur penegak hukum, maka haruslah dihormati harkat dan martabatnya. Sebaliknya, Kejaksaan Agung sebagai salah satu lembaga pemerintahan di bawah kekuasaan Eksekutif dalam menegakkan hukum juga sudah sepatutnya menjunjung tinggi supremasi hukum, hak asasi manusia, dan peraturan perundangan demi menjaga cita-cita negara hukum Indonesia.
[…] Baca juga : Penggeledahan Kantor Advokat : Sebuah Renungan Penegakan Hukum Indonesia […]